Bongpay Tradisional Design Modern Tulungagung
Bongpay Tradisional Design Modern Tulungagung
Ada juga bongpay yang dijadikan tutup atau jembatan selokan. Benda tersebut bisa dijumpai di Keluarahan Tandang. Di antaranya Karanggawang Baru RW VI, Perumahan Sikluwung Asri, Jalan Saputan Raya, Karanggawang Baru, Deliksari. Bahkan sepasang Kilin yang sudah diberi warna warni kini berada di depan gapura Makam Mbah Banteng Loreng, Tandang. Di depan SDN Tandang 04, terdapat 3 nisan bongpay yang jadi jembatan untuk melintasi selokan. Bongpay bertahun 1941 dan 1951 ini hampir tiap hari dilintasi roda sepeda motor ataupun alas kaki warga yang lewat dari jalan aspal menuju rumah sekitar tempat tersebut. Sementara di wilayah RT 5 RW 9 Kelurahan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, masih ada bongpay yang utuh. Jumlahnya sekitar 10 buah. Berada di tengah permukiman warga. Yohanes Agus Slameto, 76, mengaku mulai datang ke Sendangguwo pada 1961. Saat itu, wilayah etsrebut masih berupa pemakaman Tionghoa. Jumlah bongpay tentu ratusan. Tapi sekitar 1980-an, banyak bongpay yang mulai digusur dan berubah menjadi rumah warga.
Jual Bongpay China Indonesia
Saat permukiman dibangun, ada bongpay yang dipindah ahli warisnya. Tapi ada pula yang dibongkar atau ditimbun begitu saja. Sebuah bongpay yang masih terawat berdiri di samping rumah milik Maryatun, 55. Pada makam tersebut tertulis nama Zhakarias Kwee Siaun Hoe, lahir pada 1911 dan meninggal di 1980. “Setiap Jumat Kliwon ahli waris masih berziarah dan datang ke sini, pengurus Bong China-nya juga sering bersih-bersih dan melakukan perawatan,” ujar Maryatun. Wanita yang 13 tahun hidup berdampingan dengan makam ini awal sempat ketakutan. Namun, saat ini sudah terbiasa karena sudah banyak permukiman warga yang dibangun. “Dulu masih sepi belum ada penerangan samping rumah juga masih pemakaman semua. Anak saya juga sering diganggu, setiap malam ada yang ketok-ketok pintu tapi tidak ada orang,” jelasnya. Bongpay merupakan penanda sebuah makam bagi warga Tionghoa. Sejumlah data yang tercantum di bongpay bisa menguak sejarah persebaran penduduk sebuah kota. Irawan Raharjo, salah satu warga Semarang yang tertarik dengan keberadaaan bongpay.
jual bongpay china |
Feri warga Tegal Sari Stoom yang berjualan di sekitar sendang mengatakan, banyak warga sekitar masih mencuci baju di Sendang Stoom, Mereka menggunakan bongpay untuk alas mereka mencuci. Di Genuk Krajan IV, Candisari, bagian bekas bongpay jadi hiasan gapura. Dua altar bongpay diubah jadi kursi untuk nongkrong di depan gapura. Sebuah patung Kilin atau singa betina yang biasa jadi ornamen di depan bongpay berdiri di dekat altar. Sedangkan Kilin jantan entah ada di mana. Siti Aminah, warga Genuk Krajan IV menyebut, bongpay yang digunakan untuk menghias kursi merupakan sisa dari banyaknya bongpay di kampung Genuk Krajan yang sudah dibuang. Di Genuk Krajan IV juga ditemukan beberapa bongpay yang ada di rumah warga. Salah satunya di rumah Kartini. Ia tidak mengetahui bahwa batu berukiran Tiongkok itu adalah bongpay, sehingga ia gunakan untuk alas cuci baju di kamar mandi rumahnya. “Ini dulu yang masang batu, almarhum bapak, saya nggak tahu kalau ini bongpay atau nggak,” jelasnya.
Bongpay China Tradisional Mewah
Di Semarang, banyak makam Tionghoa yang telah dibongkar. Ada bongpay yang dipindah oleh keturunannya, ada pula yang akhirnya merana. Jadi alas cuci baju atau tutup selokan. Tiga bongpay tampak telantar di sekitar Sendang Stoom, Kampung Tegal Sari Stoom, Candisari, Kota Semarang. Kondisinya pun mulai terkikis oleh air karena digunakan untuk alas mencuci baju warga sekitar. Namun tulisan huruf Tiongkok masih terukir jelas di bongpay tersebut. Warga Tegal Sari Stoom tidak ada yang mengetahui jelas sejarah tentang bongpay maupun cerita mengapa bekas makam Tionghoa itu bisa berada di area sendang. Mereka hanya mengetahui cerita tentang Sendang Stoom yang katanya merupakan peninggalan Belanda. Gidion Kuniman, sesepuh di Kampung Tegal Sari Stoom mengatakan, bongpay di Sendang Stoom sudah ada saat pertama kali ia datang ke kampung tersebut pada 1970. “Bongpay di Sendang Stoom sudah ada dari dulu sejak saya di kampung ini,” ujarnya. Kuniman menduga bongpay tersebut berasal dari sekitar kampung Tegal Sari Stoom yang dulunya merupakan pemakaman Tionghoa.
bongpay china minimalis |
Baik yang masih terawat maupun telantar. Sudah sekitar 10 tahun Irawan keluar masuk kampung untuk mencari bongpay-bongpay yang tersebar di sejumlah tempat.“Saya biasanya membaca dan menerjemahkan kalimat yang tertulis di bongpay,” jelasnya. Dari data-data tertulis di bongpay, kata Irawan, sebenarnya bisa diketahui sejarah perpindahan masyarakat Tionghoa yang masuk Semarang. Sebab biasanya, pada bongpay tersebut tertulis tempat asal warga yang dikuburkan. Seperti bongpay yang menjadi tutup selokan di dekat Perumahan Sikluwung Asri Kelurahan Tandang. Pippo Agosto menerjemahkan aksara Tiongkok di nisan tersebut sebagai makam seorang nyonya yang meninggal pada bulan ketiga, hari pertama, tahun 27 Republik Tiongkok atau 1939 masehi. Perempuan ini diketahui berasal dari Xihe, Provinsi Hunan, Tiongkok. Di daerah Karanggawang Baru RW 6 Kelurahan Tandang, sebuah bongpay yang juga menjadi tutup selokan menunjukkan lokasi asal jenasah yang dimakamkan. “Berasal dari Longchuan, daerah di Provinsi Guangdong,” kata Pippo yang juga sering mencari dan menerjemahkan kalimat yang ada di pahatan bongpay. Memang tidak semua bongpay telantar. Masih ada bongpay yang terawat. Bahkan yang masih dikunjungi keturunannya. Tapi bongpay yang sudah dibongkar dan bekasnya berserakan begitu saja juga tak sedikit. Terutama di daerah yang dulu merupakan area perkuburan Tionghoa tapi saat ini sudah digusur dan berganti menjadi permukiman padat. Seperti di daerah Lempongsari, Wonodri, Tegalsari, Jomblang, Cinde, Tandang dan Kedungmundu. Irawan Raharjo mencatat, makam Tionghoa tertua yang pernah ia temukan berada di daerah Manyaran.
Tutorial Pasang Bongpay China Marmer
Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Hwi Ing Kiong Madiun dan Pemakaman Bongpay sepi pengunjung. Hal ini dikarenakan tidak adanya perayaan Tahun Baru Imlek 2572 Kongzili akibat pandemi Covid-19. Ketua TITD Hwi Ing Kiong Madiun, Iwan Budijanto menjelaskan bahwa pengurus Klenteng telah sepakat meniadakan kegiatan perayaan berdasarkan surat dari Polres Madiun Kota. Namun kegiatan perayaan tetap dapat dilakukan asalkan di rumah masing-masing. Di tahun sebelum pandemi, Klenteng akan ramai dengan warga Tionghoa yang akan berkumpul dan doa bersama. Kemudian mereka akan melakukan sungkem kepada orang tua masing-masing dan membagi-menerima angpao. “Waktu perayaan makan kue keranjang. Nanti setelah 15 hari, ada Cap Go Meh (makan bersama), makan kue bulan,” imbuhnya. Sementara itu, perangkat desa Sambirejo, Ajar Putra Dewantoro membenarkan bahwa pemakaman Bongpay, Sambirejo sepi pengunjung. Padahal sebelum pandemi Covid-19, saat perayaan Imlek, banyak etnis Tionghoa yang sembahyang untuk leluhur mereka. “Sepi sekali, ya ada tapi hanya satu dua orang saja. Dulu sebelum pandemi, banyak yang jadi tukang bersih-bersih makam dadakan. Bantu bersihkan makam, kemudian dikasih imbalan,” pungkasnya.
Bongpay Kuburan China Modern
Di benaknya hanya berisi imaji tentang jurus, gerak, dan pukulan. Ayahnya sempat waswas dengan ambisi Ban Teng, lalu mengirim si anak pergi pada usia sekira 17 tahun untuk tinggal bersama saudara misannya di kampung Selan, Semarang. Cuma 7 bulan, Ban Teng memutuskan kembali ke Tiongkok. Sekembalinya dari Semarang, Ban Teng beroleh informasi tentang ilmu gingkang atau melompat melebihi tinggi tubuhnya bahkan mampu hingga naik genteng rumah, dengan berlatih menggunakan bakiak batu dengan berat semakin lama semakin bertambah. Tanpa pikir panjang, Ban Teng mendatangi bongpay atau batu kuburan. Dia memesan bakiak batu seberat 5 kg. Lelaki tua kerempeng pembuat bongpay malah tertawa terkekeh ketika tahu maksud Lo Ban Teng. Dikenal sumbu pendek, Ban Teng marah lantas mengajak si tua berkelahi. Yoe Tjoen Gan, si tua itu, masih tertawa. Begitu melihat tjioso atau semacam selot seberat 25 kg, Ban Teng langsung pamer kekuatan dengan mengangkat tjioso sebelah tangan berkali-kali. “Apa yang kau perlihatkan itu tidak kurang hanya tenaga mati belaka,” celetuk si tua.
Anda sudah membaca Bongpay Tradisional Design Modern Tulungagung